Cara Menghadapi si Pesimis
Ketika suatu ide dan mimpi muncul, semangat berapi-api berkobar di awal, lalu biasanya mulai mereda. Setelah sekitar sebulan kami sangat excited dengan rencana overland bersama Petir, euphoria itu mulai reda. Dihadapkan dengan keadaan keuangan, si akal sehat (yang pesimis) mulai bicara. Keraguan mulai datang dan membuat semuanya terasa lebih ‘terlihat’ susah. Berbagai “Gimana nanti kalo..” mulai bikin ragu untuk terus maju dengan berbagai pertanyaan yang terlihat penting, tapi kalo dilihat lebih teliti, semua adalah soal duit, seolah yang adalah Dewa.
“Gimana kalo nanti pas di jalan, Diana lagi ga ada kerjaan freelance?”,
“Gimana kalo suatu saat ada kepentingan mendadak dan duit lagi ga cukup?”,
“Gimana nanti kalo di jalan, kami ga akan dapet penghasilan dari manapun, baik dari blog, web, sponsor, atau keajaiban apapun yang kami pikir akan ada di sepanjang jalan?”.
Di sisi lain, si pesimis sudah siap dengan sifat sok pahlawannya yang menjadikan semua dapat saja menjadi lebih mudah.:
“Semua akan lebih mudah kalau kita tetap stay di sini, di rumah. Tabungan akan tetap utuh. Tahun depan mobil akan lunas dan ga perlu bayar cicilan lagi, sehingga biaya rumah tangga akan kembali normal. Pekerjaan normal dan tetap Eko akan memberi penghasilan yang pasti. Bilapun nanti Diana akan terpaksa nganggur dari kerjaan freelance pun ga akan jadi masalah.”
Ya, semua akan terlihat lebih mudah, gampang, pasti, dan nyaman.
Kami akan melewati banyak waktu bersama, Ariella akan daftar pre-school, Eko akan naik gaji, Diana akan melahirkan anak kedua, kami akan berkunjung ke kampung halaman dua kali dalam setahun, traveling beberapa kali dalam setahun lalu beberapa tahun berikutnya anak-anak akan sudah akan masuk SD, SMP, SMA, lalu kuliah, dan mereka akan bekerja. Kami akan menghadiri pernikahan mereka, memiliki cucu, dan menghabiskan masa tua di rumah kecil kami yang hangat di pinggiran Danau Batur di Kintamani.”
Setidaknya itu akan menjadi skenario yang tepat dan menyenangkan.
Yang Dilewatkan Optimistis
Tapi apa yang akan kami lewatkan?
Kami akan melewatkan bertemu teman baru, melewatkan atap bocor di mobil kami, melewatkan camping dengan api unggun di pinggir pantai, Ariella akan melewatkan kali pertamanya bertemu kunang-kunang di desa pinggiran, melewatkan kali pertamanya menumpang toilet di rumah-rumah kampung, melewatkan keterpaksaan buang air besar di pinggir sungai, melewatkan cara bertahan dari kelaparan tingkat dewa sedangkan kami sedang berada di antah-berantah, melewatkan melihat hidup orang lain yang sama sekali berbeda, melewatkan bahwa masih banyak orang yang memerlukan uluran tangannya, melewatkan terlalu banyak pelajaran yang tidak akan dia alami di sekolah formalnya nanti. Kami akan melewatkan beberapa tahun yang bisa saja menjadi tahun terbaik dari seluruh tahun di hidup kami.
Setelah menghabiskan dua hari masa suram dan galau, Diana menghubungi beberapa teman untuk meminta pendapat mereka. Akhirnya hal ini mengarahkan kami pada beberapa pengalaman teman-teman yang serupa, dan mereka dapat melalui semuanya, dengan berbagai cara. Ya, Tuhan akan punya banyak cara menjadikan semuanya mungkin.
Inspirasi “Lakukan Saja”
Beberapa inspirasi datang dari pengalaman teman kami yang juga sedang berjalan dan tidak memiliki pendapatan pasti. Inspirasi lain datang dari keluarga yang juga sedang dalam perjalanan www.ouropenroad.com. Bedanya mereka dengan kami yang sekarang adalah: mereka melakukan sesuatu dengan mimpi mereka. Mereka melalukan semua yang mereka bisa: menjual barang-barang di rumah mereka untuk menambah dana, mencari cara untuk menggalang dana, menerbitkan buku untuk menambah penghasilan, dll. Bilapun mereka masih belum bisa melakukan apapun, mereka tetap memulai sesuatu: lakukan saja.
Jadi, kami akan “lakukan saja” (tentunya dengan Doa). Seiring jalan, berbekal keyakinan, kami yakin bahwa semua yang kami butuhkan akan tersedia. Selalu percaya bahwa tidak ada yang sia-sia untuk dilakukan di dunia ini, selama itu baik tujuannya.